Bagaimana kewajiban perpajakan seorang usahawan secara umum? Atau bagaimana agar tertib perpajakan bagi seorang usahawan secara umum, artikel berikut akan membahas secara runtut hal tersebut. Kamu juga dapat membaca kewajiban perpajakan seorang karyawan di https://serba-serbi.com/kewajiban-perpajakan-karyawan-pegawai-tetap/

Tujuan Artikel

Menjelaskan tentang kewajiban perpajakan secara umum orang pribadi yang menjalankan kegiatan usaha

Referensi Aturan

  • Undang-Undang KUP sttd UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan
  • Undang-Undang PPh sttd UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan
  • PP No 23 Tahun 2018
  • PMK-147/PMK.03/2017
  • PMK-54/PMK.03/2021
  • PMK-99/PMK.03/2018
  • PER – 17/PJ/2015

Kewajiban Perpajakan Umum Orang Pribadi yang Menjalankan Usaha

1. Melakukan Pendaftaran NPWP

Pasal 4 ayat 2 PMK-147/PMK.03/2017

“Wajib mendaftarkan diri paling lama 1 (satu) bulan setelah kegiatan usaha atau pekerjaan bebas mulai dilakukan”

Jika kamu sedang sibuk merintis usahamu, tenang saja kamu tidak perlu untuk datang ke Kantor Pajak untuk melakukan pembuatan NPWP, per artikel ini dibuat kamu sudah bisa membuat NPWP secara online melalui situs resmi ereg.pajak.go.id (layanan tidak dipungut biaya). Setelah melakukan pendaftaran, NPWP virtual akan dikirimkan ke emailmu atau kamu juga dapat mengakses NPWP virtual tersebut di situs djponline.pajak.go.id, untuk dapat mengakses situs tersebut kamu membutuhkan EFIN, silakan menghubungi KPP tempat mu terdaftar atau KPP terdekat terkait EFIN tersebut.

2. Melakukan Penghitungan dan Pembayaran Pajak

Terkait dengan kewajiban perpajakan penghitungan dan pembayaran pajak ini terdapat tiga mekanisme penghitungan yaitu

a. Penghitungan dengan mekanisme penggunaan pembukuan

b. Penghitungan dengan mekanisme menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto

c. Penghitungan dengan mekanisme Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2018,

Mimin tidak akan membahas secara lengkap ya tata cara penghitungannya, tata cara penghitungannya akan di bahas di artikelnya masing-masing. Lantas apa beda ketiga mekanisme tersebut?

a. Penghitungan dengan mekanisme penggunaan pembukuan

Untuk huruf A, kewajiban penggunaannya ketika omset mu telah mencapai Rp4.8M atau lebih dalam satu tahun pajak

Pasal 2 ayat 1 PMK-54/PMK.03/2021

Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan Pembukuan.

Pasal 2 ayat 2 PMK-54/PMK.03/2021

Dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan Pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tetapi wajib melakukan pencatatan, meliputi:

  1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto;
  2. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas; dan
  3. Wajib Pajak orang pribadi yang memenuhi kriteria tertentu

Pasal 4 ayat 1 PMK-54/PMK.03/2021

Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a merupakan Wajib Pajak orang pribadi yang:

  1. melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas;dan
  2. peredaran bruto dari kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a kurang dari Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.

Pasal 1 ayat 1 PER – 17/PJ/2015

Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun sebesar Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) atau lebih wajib menyelenggarakan pembukuan.

*******

Keuntungan dari penggunaan metode penghitungan ini adalah saat penghitungan penghasilan kena pajak, kamu dapat melakukan pengurangan penghasilanmu dengan biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan usaha dan jika kamu mengalami kerugian maka kamu dapat melakukan kompensasi kerugian tersebut selama 5 tahun (Pasal 6 ayat 2 Bab III Pajak Penghasilan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan)

b. Penghitungan dengan mekanisme menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto

Pasal 1 ayat 2 PER – 17/PJ/2015

Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) wajib menyelenggarakan pencatatan, kecuali Wajib Pajak yang bersangkutan memilih menyelenggarakan pembukuan.

*****

Berdasarkan pasal tersebut di atas maka bagi kamu orang pribadi usahawan yang masih memiliki omset di bawah Rp4.800.000.000 maka kamu tidak perlu melakukan pembukuan, kamu dapat menggunakan pencatatan dengan catatan kamu mengajukan pemberitahuan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, pengajuan dapat diajukan secara online melalui situs djponline.pajak.go.id pada menu layanan KSWP. Penghitungan umumnya adalah dengan mengalikan penghasilan brutomu dengan tarif Norma yang akan mendapatkan Penghasilan Neto, atas penghasilan neto tersebut dikurangkan PTKP dan mengalikannya dengan tarif progresif Pasal 17 UU PPh sttd UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan . Daftar Norma kamu dapat cek pada lampiran PER – 17/PJ/2015.

c. Penghitungan dengan mekanisme Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2018

Pasal 2 ayat 1 PMK 99/PMK.03/2018

Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 merupakan:

  1. Wajib Pajak orang pribadi; dan
  2. Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, atau perseroan terbatas,

yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.

Pasal 2 ayat 1 PP No 23 Tahun 2018

Tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar 0,5% (nol koma lima persen).

Pasal 5 ayat 1 PP No 23 Tahun 2018

Jangka waktu tertentu pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yaitu paling lama:

  1. 7 (tujuh) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi;
  2. 4 (empat) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, atau firma; dan
  3. 3 (tiga) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk perseroan terbatas.

Pasal 4 ayat 3 PMK 99/PMK.03/2018

Penyetoran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan setiap bulan paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

******

Mekanisme ini adalah mekanisme yang paling mudah apalagi bagi UMKM, namun mekanisme ini memiliki batasan waktu penggunaan, setelah jangka waktu 7 (tujuh) tahun pajak telah lewat maka Orang Pribadi yang menjalankan usaha tersebut wajib menggunakan penghitungan pajak dengan mekanisme tarif umum pasal 17 UU PPh (dapat menggunakaan NPPN atau pembukuan).

Cara penghitungan dan penyetorannya cukup mudah, kamu cukup mengalikan peredaran bruto perbulanmu dengan tarif 0,5% kemudian melakukan penyetoran paling lama tanggal 15 bulan berikutnya. Per artikel ini dibuat telah dikeluarkan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang memuat untuk peredaran bruto di bawah Rp500.000.000 (kumulatif) dalam satu tahun pajak maka tidak akan dikenakan pajak sebagaimana di atur di PP No 23 Tahun 2018.

3. Melakukan Pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi

Pasal 2 ayat 1 PMK NOMOR 243/PMK.03/2014 sttd PMK NOMOR 9/PMK.03/2018

“Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak”.

Pasal 9 ayat 1 PMK NOMOR 243/PMK.03/2014 sttd PMK NOMOR 9/PMK.03/2018

“Wajib Pajak orang pribadi wajib menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak”.

*****

Sebagai Wajib Pajak kamu tetap harus melakukan pelaporan SPT Tahunan ya, berdasarakan pasal tersebut di atas pelaporan SPT Tahunan dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun pajak (maksimal di bulan Maret)

4. Sanksi Telat/Terlambat melakukan Pelaporan SPT Tahunan

Pasal 7 UU KUP sttd UU HPP

“Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya, dan sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan serta sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi.”

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, batas akhir pelaporan SPT Tahunan Orang Pribadi adalah akhir Maret tahun pajak berikutnya. Jika kamu telat atau tidak melakukan pelaporan SPT Tahunan Orang Pribadi dalam jangka waktu tersebut maka akan dikenakan denda Rp100.000.

Kesimpulan

  1. Orang Pribadi yang menjalankan kegiatan usaha wajib melakukan pembuatan NPWP paling lama 1 (satu) bulan setelah kegiatan usaha atau pekerjaan bebas mulai dilakukan.
  2. Terdapat 3 mekanisme penghitungan pajak untuk orang pribadi usaha yaitu Penghitungan dengan mekanisme penggunaan pembukuan, Penghitungan dengan mekanisme menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN), dan Penghitungan dengan mekanisme Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2018.
  3. Penghitungan dengan mekanisme penggunaan pembukuan diwajibkan apabila omset dalam satu tahun pajak sebesar Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) atau lebih.
  4. Penghitungan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) dilakukan jika omset di bawah Rp4.800.000.000, untuk menggunakan maka Wajib Pajak harus mengajukan pemberitahuan menggunakan NPPN. Penghitungan ini menggunakan tarif umum progresif pasal 17 UU PPh Sttd UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
  5. Penghitungan dengan mekanisme Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2018 diperuntukan untuk Wajib Pajak yang memiliki omset yang tidak melebihi Rp4.800.000.000 dan menggunakan tarif PPh Final 0,5% yang dikalikan dengan perederan bruto per bulan, pembayaran dilakukan maksimal tanggal 15 bulan berikutnya. Per artikel ini dibuat khusus untuk Penghasilan Sampai Rp500.000.000 tidak dikenakan PPh Final PP 23.
  6. Secara umum mekanisme penghitungan yang digunakan oleh UMKM adalah dengan menggunakan mekanisme PPh Final Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2018. Mekanisme ini memiliki janga waktu 7 tahun untuk Orang Pribadi Usahawan.
  7. Wajib Pajak wajib melakukan pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi paling lama Maret Tahun Pajak berikutnya.

0 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *